Please use this identifier to cite or link to this item: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/9145
Title: Perbandingan antara Sita dalam Hukum Pajak dengan Sita dalam Hukum Perdata
Authors: Usmayati, Siti
metadata.dc.contributor.advisor: Rahmaniar
Lubis, Elvi Zahara
Keywords: sita dalam hukum pajak;sita dalam hukum perdata
Issue Date: 2001
Publisher: Universitas Medan Area
Description: Perjanjtan hutang piutang tersebut haruslah dijalankan sesuai isinya yang diperjanjikan semula, dan apabila salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya maka dalam hal ini dapat dikatakan salah satu pihak yang tidak berprestasi tersebut telah cedera janji, sehingga oleh pihak yang lainnya dapat dilakukan aksi hukum yang bersifat keperdataan baik itu untuk menuntut pihak lainnya tersebut untuk melakukan prestasi maupun untuk membatalkan perjanjian yang telah mereka sepakati. Terhadap si pihak yang telah cedera janji tersebut dapat dilakukan sita sebagaimana telah diperintahkan oleh pengadilan. Pelaksanaan sita yang diuraikan di atas akan dilakukan perbandingannya dengan pelaksanaan sita yang d1kenal dalam hukum pajak, sehingga dari kedua sisi ini akan dapat dilihat apakah perbedaan antara keduanya baik sita yang dikenal dalam Hukum Pajak maupun sita yang dikenal dalam Hukum Perdata terutama alasan atau terbitnya sita tersebut dan juga dasar hukum melakukannya. Dalam penelitian ini diajukan rumusan masalah "apakah yang menjadi perbedaan sita dalam hukum pajak dengan sita yang dikenal dalam hukum Perdata. Setelah dilakukan penelitian maka didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Bahwa perbedaan yang menyolok tentang sita di dalam Hukum Pajak maupun sita di dalam Hukum Perdata. Secara mendasar sita di dalam Hukum Pajak diatur di dalam UU No. 19 Tahun 1997 sedangkan sita dalam Hukum Perdata diatur di dalam HTR. Perbedaan yang nyata dari kedua pandangan hukum tersebut adalah sita pada Hukum Pajak dikarenakan adanya kelalaian penanggung pajak yang memiliki hutang secara sepihak kepada negara, sedangkan dalam Hukum Perdata sita tersebut terbit dari adanya perikatan hutang piutang antara individu dengan individu atau badan dengan badan. Tetapi meskipun demikian dapat ditarik suatu persamaan bahwa sita dalam Hukum Pajak maupun Hukum Perdata terbit dari lahirnya hutang. 2. Pelaksanaan sita atas harta benda, jika si wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya pajaknya maka terhadap si wajib pajak tersebut akan dikenakan urusan pelaksanaan penagihan, yaitu berupa surat teguran, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan, dan lelang. Dengan demikian tidak ditemukan sita sebagaimana dikenal dalam Hukum Acara Perdata di bidang perpajakan karena hutang di bidang perpajakan telah dtatur secara jelas pembayarannya, dan tidak dibutuhkan putusan hakim sebagaimana biasanya kasus-kasus di bidang keperdataan.
URI: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/9145
Appears in Collections:SP - Civil Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
978400003.pdfFulltext1.5 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.