Please use this identifier to cite or link to this item: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/10897
Title: Kajian Hukum Atas Penolakan Permohonan Judicial Review Oleh Mahkamah Konstitusi Dalam Delik Kesusilaan (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016)
Authors: Duha, Junindra
metadata.dc.contributor.advisor: Maswandi
Munthe, Riswan
Keywords: delik kesusilaan;constitutional court;decency offense;judicial review;mahkamah konstitusi
Issue Date: 22-Jun-2019
Publisher: Universitas Medan Area
Series/Report no.: NPM;158400087
Abstract: The authority of the Constitutional Court was obtained directly from the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The Constitutional Court has the authority to conduct judicial review of material testing of laws against the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The Constitutional Court in examining the law against The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia functions as a nullifying norm (negative legislator). Through Decision No. 46 / PUXIV / 2016 (Test for Article on Decency in the Criminal Code). The Constitutional Court rejected the claim of the applicant as a whole regarding the request for judicial review of Article 284, Article 285 and Article 292 of the Criminal Code in Case Number 46 / PUU-XIV / 2016. Adapaun The formulation of the problem that will be carried out by this research is how is the legal arrangement for the Rejection of the Request for Judicial Review by the Constitutional Court in Decency Delegation, how is the consideration of the Constitutional Court Judge in rejecting the Constitutional Court Decision Number 46 / PUU-XIV / 2016 and what are the legal consequences of the decision . This research is empirical legal research, using a legal approach, case approach, and conceptual approach and data collection in the form of interviews. The sources of legal material used are primary, secondary, and non-legal materials. Based on the results of the research and discussion, it can be concluded that in the decision the Constitutional Court has carried out its position as a negative legislator who only acts as examiner of statutory norms. The Constitutional Court can declare a norm in conditional or unconstitutional constitutional law that requires certain meanings of a norm in the law to be considered constitutional, but the Constitutional Court is required not to enter the law's open legal territory. The verdict also caused legal consequences, the verdict produced by the constitutional court was final, had no legal effort to be reviewed again. The decision of the Constitutional Court is not only binding on parties (interpartes), but also binding and / or intended for all citizens, institutions / state officials and legal entities within the territory of the Republic of Indonesia (erga omnes).
Description: Kewenangan Mahkamah konstitusi diperoleh langsung dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang untuk melakukan judicial review pengujian materil undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi sebagai pembatal norma (negative legislator). Melalui Putusan No. 46/PU-XIV/2016 (Uji Materi Pasal Kesusilaan dalam KUHP). Mahkamah Konstitusi menolak secara keseluruhan gugatan pemohon tentang permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016. Adapaun Rumusan masalah yang akan dilakukan penelitian ini adalah bagaimanakahpengaturan hukum atas Penolakan Permohonan judicial review oleh Mahkamah Konstitusi Dalam Delik Kesusilaan, bagaimanakahdasar pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam menolak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PU-XIV/2016 dan bagaimanakah akibat hukum dari putusan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual dan pengambilan data berupa wawancara. Sumber bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer, sekunder, dan bahan non-hukum. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi telah menjalankan kedudukannya sebagai negative legislator yang hanya sebagai penguji norma peraturan perundang-undangan. Mahkamah Konstitusi dapat menyatakan suatu norma dalam undang-undang konstitusional bersyarat ataupun inkonstitusional bersyarat yang mempersyaratkan pemaknaan tertentu terhadap suatu norma dalam undang-undang untuk dapat dikatakan konstitusional, namun Mahkamah Konstitusi dituntut untuk tidak boleh masuk wilayah kebijakan hukum terbuka pembuat undang-undang. Putusan tersebut juga menimbulkan akibat hukum, Putusan yang dihasilkan oleh mahkamah konstitusi bersifat final, tidak memiliki upaya hukum untuk ditinnjau kembali. Putusan Mahkamah Konstitusi tidak hanya mengikat pihakpihak berperkara (interpartes), tetapi juga mengikat dan/atau ditujukan bagi semua warga negara, lembaga/pejabat negara dan badan hukum dalam wilayah Republik Indonesia (erga omnes).
URI: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/10897
Appears in Collections:SP - Criminal Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
158400087 - Junindra Duha - Fulltext.pdffulltext2.87 MBAdobe PDFView/Open
158400087 - Junindra Duha - Chapter IV.pdf
  Restricted Access
chapter IV518.82 kBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.