Please use this identifier to cite or link to this item: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/10174
Title: Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam Merger (Penggabungan) Perusahaan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Authors: Sembiring, Nirwan
metadata.dc.contributor.advisor: Ginting, Budiman
Siregar, Mahmul
Keywords: perlindungan hukum;penggabungan;merger;pemegang saham minoritas
Issue Date: 25-May-2011
Publisher: Universitas Medan Area
Abstract: Minority shareholders of a company that merged (the merger) would mind you if the compensation in the form of shares of the beneficiary company of the merger (merger method required). This is caused by the (percentage) of their shares can be guaranteed to be small compared with the previous companies who have not joined. Objection to minority shareholders creates a dilemma situation, where on the one hand, if the merger will continue to be detrimental to the interests of minority shareholders. But on the other hand if the proposed merger will harm the interests canceled a majority of shareholders approved the merger plan. . . . Thus, the Act has played an important role in developing policy to merge (merge) companies, primarily in the interests of minority shareholders. Provisions relating to legal protection for minority shareholders can be found in the provisions of Act No. 40, 2007 about the company limited (Corporations Act). The existence of a controlling shareholder orientation who can benefit from important positions in the management of a company is a direct reference to the need for protection of minority shareholders, such as making rule through the Board of Directors which the Board policy in favor of majority stockholders who could lead the company solely as an alter ego or tool for the interests of large share holders not act in good faith. Abuse by majority shareholder may also entail a merger (fusion) of the company. Merge companies are increasing efforts to change for the better business (restructuring), in which the legal basis for the merge was conducted by the general meeting of shareholders (GMS) Results of General meeting adverse minority shareholders in the fusion (fusion) societies, may be an indication of the position of imbalance of the majority shareholders and minority shareholders. The research, uses of normative method. That is by doing a literature study (library research) is to collect research materials such as books, articles, legislation, internet, and the results of scientific work that can be justified. Further research materials processed, analyzed and described systematically into a single unit in this thesis,
Description: Pemegang saham minoritas suatu perusahaan yang akan melakukan merger (penggabungan) akan keberatan jika kompensasinya dalam bentuk saham pada perusahaan penerima penggabungan (metode statutory merger). Hal ini disebabkan karena bagian (presentase) pemilikan saham mereka dapat dipastikan akan menjadi kecil jika dibandingkan dengan sebelumnya pada perusahaan yang belum melakukan penggabungan. Keberatan pemegang saham minoritas ini menciptakan situasi dilematis, dimana pada satu pihak jika merger terus dilaksanakan akan merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Tetapi dilain pihak jika rencana merger dibatalkan justru akan merugikan kepentingan pemegang saham mayoritas yang telah menyetujui rencana merger tersebut. Oleh karenanya Undang-Undang sangat berperan dalam menentukan kebijakan pada perbuatan merger (penggabungan) perusahaan, terutama pada kepentingan pemegang saham minoritas. Ketentuan mengenai perlindungan hukum pemegang saham minoritas ini dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Adanya kecendrungan pemegang saham saham mayoritas yang dapat memanfaatkan kedudukan penting dalam menjalankan perusahaan merupakan indikasi yang mengarahkan perlunya ada perlindungan terhadap pemegang saham minoritas tersebut, misalnya melakukan dominasi melalui Direksi, dimana kebijakan Direksi berpihak kepada pemegang saham mayoritas yang dapat menyebabkan perusahaan hanya sebagai alter ego atau alat untuk kepentingan pemegang saham mayoritas yang tidak beritikad baik. Kesewenang-wenangan pemegang saham mayoritas dapat pula terjadi dalam perbuatan hukum merger (penggabungan) perusahaan. Merger (penggabungan) perusahaan merupakan upaya perubahan peningkatan usaha kearah yang lebih baik (restrukturisasi), dimana dasar hukum merger (penggabungan) tersebut dilakukan dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hasil RUPS yang merugikan pemegang saham minoritas dalam merger (penggabungan) perusahaan, dapat di indikasi oleh ketidakseimbangan kedudukan pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas.
URI: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/10174
Appears in Collections:MT - Master of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
091803029_Nirwan Sembiring.pdfFulltext1.33 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.